METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol): sebagai Energi Alternatif Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Limbah Cair Cucian Sagu untuk Menghadapi Krisis Energi dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri










Disusun Oleh:

Hajra Yansa                          10536449913              Angkatan 2013         
Widya Sujarwati Sukri         10539118213              Angkatan 2013         





UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KOTA MAKASSAR
2015










DAFTAR ISI

HalamanJudul....................................................      i
LembarPengesahan...................................................................................        ii
Lembar Pernyataan...................................................................................       iii
KataPengantar...........................................................................................       iv
DaftarIsi......................................................................................................        v
Daftar Gambar..........................................................................................       vi
Daftar Bagang............................................................................................      vii
Abstrak.......................................................................................................     viii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang.........................................................................................        1
B. Rumusan Masalah...................................................................................        3
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................        3
D. Manfaat Penulisan...................................................................................        3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Trash Future............................................................................................        4
B. Solar Panel...............................................................................................        4
C.  Sampah perkotaan..................................................................................        6
BAB III METODE PENULISAN
A. Jenis Tulisan............................................................................................        8
B. Objek Tulisan..........................................................................................        8
C. Teknik Pengumpulan Data......................................................................        8
D. Teknik AnalisisData................................................................................        8
BAB IV ANALISISDAN SINTESIS
A. Konsep trash future solar fanel...............................................................        9
B. Pengaruh trash future solar fanel terhadap lingkungan perkotaan..........      12

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................      14
B. Saran........................................................................................................      14
DaftarPustaka
Riwayat hidup
Lampiran




















RINGKASAN

Hajra Yansa. 2016. METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol): sebagai  Energi  Alternatif Ramah Lingkungan  Berbahan Dasar Limbah Cair Cucian Sagu untuk Menghadapi Krisis Energi dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri. Universitas Muhammadiyah Makassar

Krisis energi telah menjadi masalah pokok yang dapat menimbulkan efek bagi segala sektor. Krisis energi yang harus mendapatkan perhatian penuh saat ini yaitu krisis energi bahan bakar. Cadangan persediaan energi berupa bahan bakar dalam bentuk minyak dan gas yang terkandung di dalam perut bumi semakin menipis jumlahnya. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka 100 U$ per barel juga menjadi permasalahan serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, ada banyak SDA yang dapat digunakan sebagai sumber alternatif bahan bakar terutama tumbuhan yang mengandung pati atau karbohidrat. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis menawarkan solusi METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) berbahan dasar limbah air cucian sagu. Jenis tulisan yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah penelitian pustaka (library research), yang bersifat deskriptif dengan memaparkan dan menggambarkancara pengelohan limbah cair cucian sagu menjadi METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) sebagai  energi alternatif ramah lingkungan  untuk menghadapi krisis energi dalam mewujudkan indonesia mandiri. Potensi limbah cucian sagu diolah menjadi bioetanol karena  masih mengandung pati dan kualitas pati yang dimiliki oleh sagu lebih murni dibandingkan bahan lainnya karena kandungan lemak, protein dan senyawa lain yang sedikit. Potensi tersebut ditambah lagi areal penanaman sagu di Indonesia tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Selatan, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau. Teknik pengolahan metroxilon sagu menjadi bioetanol atau METROTANOL  (Metroxylon Sago Bioetanol) terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) persiapan bahan baku seperti limbah air cucian sagu dan ragi, (2) pemasakan pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (saccharification) (3) Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Proses ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8- 12%. (4) Proses destilasi etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Setelah proses produksi selesai maka METROTANOL dapat digunakan sebagai bahan bakar. METROTALOL ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan METROTANOL: Bensin sebesar 1: 9 atau 2:8.

Kata Kunci: METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol, Limbah Cair                       Cucian Sagu








BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, setiap wilayahnya terdapat flora, fauna dan mikroba yang sangat beranekaragam. Berdasarkan pembagian kawasan biogeografi Indonesia memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya. Data IBSAP (2003) (Walujo, 2011: 01) memperkirakan terdapat 38.000 jenis tumbuhan (55% endemik) di Indonesia, sedangkan untuk keanekaragaman hewan bertulang belakang, di antaranya 515 jenis hewan menyusui (39% endemik), 511 jenis reptilia (30% endemik),1531 jenis burung (20% endemik), dan 270 jenis amphibi (40% endemik). Tingginya keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme tersebut menempatkan Indonesia sebagai laboratorium alam yang sangat unik dan gudang Sumber Daya Alam (SDA).
Pada dasarnya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah sangat berpotensi tinggi untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Pemanfaatan SDA dapat dilihat dari berbagai sektor pembangunan untuk kemaslahatanan masyarakat.  Salah satu pemanfaatannnya yaitu dijadikan sumber energi alternatif guna pemenuhan kebutuhan bahan bakar kendaraan dan mesin produk teknologi. Proses penggunaan yang terus berlangsung tanpa memperbaharui dan perbandingan kuantitas kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan sumber energi yang tersedia mengakibatkan krisis energi. Krisis energi telah menjadi masalah pokok yang dapat menimbulkan efek bagi segala sektor. Krisis energi yang harus mendapatkan perhatian penuh saat ini yaitu krisis energi bahan bakar.
Cadangan persediaan energi berupa bahan bakar dalam bentuk minyak dan gas yang terkandung di dalam perut bumi semakin menipis jumlahnya. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka 100 U$ per barel juga menjadi permasalahan serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk yang diperparah dengan lonjakan harga minyak dunia tersebut dapat memberikan dampak yang sangat besar bagi pembangunan bangsa Indonesia.
Kebutuhan BBM di Indonesia saat ini mencapai 215 juta liter per hari. Sedangkan yang diproduksi di dalam negeri hanya sekitar 178 juta liter per hari. Berarti kekurangan 40 juta liter harus diimpor. Indonesia yang dikenal sebagai anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor minyak (OPEC) sekarang telah menjadi net-importir minyak bumi. Impor BBM ini akan terus berlanjut karena 50% kebutuhan energi dalam negeri hingga saat ini masih bertumpu pada minyak bumi (Prama. 2013: 3). Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang.Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak dan gas. 
Berdasarkan hasil analisis, ada banyak SDA yang dapat digunakan sebagai sumber alternatif bahan bakar terutama tumbuhan yang mengandung pati atau karbohidrat. Sagu merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dikembangkan dalam pembuatan sumber energi alternatif  atau bioetanol. Tanaman sagu merupakan anugerah kekayaan alam Indonesia yang paling luas di dunia. Luas lahan sagu dunia mencapai 2,2 juta hektar (ha), sekitar 50% berada di Indonesia. Areal penanaman sagu di Indonesia tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Selatan, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau (Juliadi:2014). Tanaman sagu di olah menjadi tepung sagu sebagai makanan pokok pengganti nasi diberberapa daerah Indonesia. Dalam proses pembuatan tepung sagu menghasilkan air buangan, hingga saat ini hanya menjad limbah yang tidak dimanfaatkan. Menurut Syakir (2009) Apabila dibiarkan, limbah inidapat menimbulkan pencemaran lingkungan berupa bau dan peningkatan keasaman tanah (pH<4), yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian tanaman.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis memberikan solusi energi terbarukan yaituMETROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol): sebagai  energi alternatif ramah lingkungan  untuk menghadapi krisis energi dalam mewujudkan indonesia mandiri. METROTANOL berasal dari limbah cair cucian metroxylon sagomelalui proses fermentasi. Limbah air cucian  sagu mengandung karbohidrat maka dapat dijadikan sebagai bioetanol atau energy terbarukan. Melalui hal tersebut maka dapat mengurangi pencemaran tanah dan udara.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.        Bagaimana potensi limbah cucian sagu menjadi bioetanol?
2.        Bagaimana teknik pengolahan limbah cair metroxylon sagu menjadi bioetanol energi alternatif ramah lingkungan  untuk menghadapi krisis energi dalam mewujudkan indonesia mandiri?

C. Tujuan Penulisana
Adapun tujuan penulisan dalam karya tulis ilmiah ini yaitu, sebagai berikut:
1.             Untuk mengetahui potensi limbah cucian sagu menjadi bioetanol.
2.         Untuk mengetahui manfaat METROTANOL (Metroxylon Sagu Bioetanol) bagi masyarakat.


D.      Manfaat Penulisan
     Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu, sebagai berikut:
1.         Manfaat Praktis
a.       Bagi Masyarakat
Menjadi solusi alternatif bagi masyarakat dalam mengatasi pencemaran tanah yang terjadi akibat limbah cair cucian sagu dan menjadi alternatif energi terbarukan yang ramah lingkungan dengan pencampuran bahan bakar. Selain itu produk ini memberikan contoh kepada masyarakat pengelolaan limbah yang tepat
b.      Bagi Pemerintah
Gagasan ini mampu menjadi masukan ide yang  dapat membantu dalam mengatasi krisis energi  dengan memanfaatkan limbah cair cucian sagu  menjadi bioetanol yang kemudian dapat dikembangkan menjadi energi terbarukan.
2.      Manfaat Teoritis
Penulisan karya ini dapat melatih jiwa kepenulisan penulis dan dijadikan referensi bagi penulis lainnya yang ingin mengangkat permasalahan yang sama.












BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Limbah cair cucin sagu (Metroxylon Sago)
Sagu termasuk salah satu sumber karbohidrat yang penting untuk memenuhi kebutuhan kalori. Sehingga di beberapa daerah Indonesia bagian timur, sagu merupakan makanan pokok untuk mencukupi kebutuhan energi sebagaimana beras di daerah-daerah lain. Sagu termasuk divisio Spermatophyta, klas Angiospermae, Subklas Monocotyledae, Ordo Spadiciflorae, Fammili Palmae, Subfamili Lepidocaryoideae dan Genus Metroxylon. Di daerah indo pasifik terdapat lima marga palma yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, arenga, Corypha, Euqeissona dan Caryota (Ruddle, dkk, 2001). Spesies yang paling penting secara komersial dan paling banyak tumbuh di Indonesia yaitu Metroxylonsagus dan Metroxylon rhumpii (BPPT, 2003). Habitat sagu umumnya daerah rawa air tawar, di sekitar sumber air, disekitar aliran sungai dataran rendah yang lembab. Daerah berlumpur basah dan bereaksi agak asam adalah lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman sagu (Mutia, dkk. 2011: 74). Potensi pengembangan sagu cukup besar mengingat sagu dapat tumbuh dimana tanaman lainnya tidak dapat tumbuh, tidak memerlukan pupuk dan sedikit sekali memerlukan perawatan. Pohon sagu dapat tumbuh dengan cepat, dalam setahun tingginya bertambah lebih dari 1,5 meter pada kondisi yang optimal (McClatchey dkk., 2004).
Di Indonesia diperkitrakan memiliki hutan sagu seluas 716.000 ha, jika diasumsikan 40 % dari areal tersebut dapat diproduksi, maka diperkirakan Indonesia dapat menghasilkan tepung sagu berkisar antara 0,6 - 4,5 juta ton/tahun dan pada periode tahun 1960-an Indonesia sudah dapat mengeksport sagu mencapai 25.000 ton/tahun.
Pengolahan sagu skala industri sudah lama berkembang di di berbagai daerah di Indonesia dengan produk utama adalah tepung sagu yang merupakan produk setengah jadi (intermediate product).Bahan baku pembuatan tepung sagu berupa pati sagu yang masih basah. Satu tumang(sak) pati sagu atau sekitar 50-60 kg diaduk dengan air bersih dan disaring untuk mengeluarkan kotoran. Selanjutnya pati sagu diendapkan selama 3 hari untuk  mengeluarkan getah lendir dan sisa ampas sagu, lalu direndam dengan air selama 1 jam.Air yang dipakai untuk merendam dan pengendapan sagu akan dibuang begitu saja. Dalam limbah buangan cucian sagu tersebut masi tersimpan pati sagu yang merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu.

B.  Komposisi Kimia (Metroxylon Sago)

Pati merupakan penyusun makanan yang memiliki peran penting tehadap sifat makanan seperti yang diharapkan, misalnya untuk mengawetkan puding, saos, pasta. Komponen yang paling banyak terdapat pada tepung sagu adalah pati. Pati sagu diperoleh dari proses ekstraksi inti batang sagu (empulur batang). Menurut Flach (2000), empulur batang sagu mengandung 20.2 – 29 persen pati, 50 – 66 persen air dan 13.8 – 21.3 persen bahan lain atau ampas. Dihitung dari berat kering, empulur batang sagu mengandung 54 – 60 persen pati dan 40 – 46 persen ampas. Secara mikroskopik bahwa granula pati terkonsentrasi pada empulur dalam bentuk sel-sel atau ”vascular bundles” dengan diameter sel berkisar antara 40 – 50 mikron (Flach, 2000). Bentuk granula pati sagu adalah oval(bulat telur). Untuk melepaskan granula pati dari jaringan pengikatnyadilakukan pemarutan atau dengan penggilingan, proses pelepasan granula pati akan lebih efektif dengan arah tegak lurus susunan serat ”vascularbundles” (Flach, 1983). Menurut Flach (2000)  pati sagu mengandung amilosa 27 persen dan amilopektin 73 persen. Maharani dan Widyayanti (2008:1) mengemukakan bahwa pati sagu mengandung amilosa 27.4 persen dan amilopektin 72.6 persen. Hasil analisa komposisi kimia sagu dapat dilihat pada tabel 2.1. Komposisi kimia dalam 100 gram pati sagu (dalam % basis kering).
KOMPOSISI  KIMIA
Kalori
357 kkal
Protein
0.81
Karbohidrat
98.49
Serat Kasar
0.23
Lemak
0.23
Abu
0.46
Kalsiium
-
Besi
-

C.  METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol)
Bio-etanol adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses distilasi. Sebagai bahan baku digunakan tanaman yang mengandung pati, ligno selulosa dan sukrosa. Dalam perkembangannya produksi bio-etanol yang paling banyak digunakan adalah metode fermentasi dan distilasi, dengan bahan baku ubi kayu atau molase. Bio-etanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) tergantung dari tingkat kemurniannya (Widyastuti, 2009:144).
Sebagian kebutuhan bioetanol dapat dipenuhi dari tanaman penghasil karbohidrat lain seperti ubi kayu, tebu, dan jagung, dari limbah padat organik pertanian, dan dari perkebunan sagu komersial.  Perkebunan sagu yang diusahakan dengan baik dapat menghasilkan pati kering 25 t/ha/tahun, setara dengan 15 kiloliter etanol. Bioetanol sebagai campuran premium tidak mengandung timbal dan tidak menghasilkan emisi hidrokarbon sehingga ramah lingkungan
Secara umum teknologi produksi bio-etanol ini mencakup 4 (empat) rangkaian proses, yaitu; persiapan bahan baku, fermentasi, distilasi dan pemurnian. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi alkohol adalah Bakteri : Clostridium acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides, Sarcina ventriculi, Zymomonas mobilis, serta Fungi : Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis, Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus, S. cerevisiae, S. ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp. (SDA).  seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, dalam limbah buangan cucian sagu tersebut masi tersimpan pati sagu yang dapat diubah menjadi gula menggunakan mikroba dan difermentasi lebih lanjut menjadi etanol. Etanol yang diperoleh dimurnikan dengan destilasi. Sehingga hasil dari pati sagu ini dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Selain itu sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, yaitu mengandung 84,7 g per 100 g bahan. Kadar karbohidrat tersebut setara dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Bahkan dibandingkan dengan jagung dan terigu, kandungan karbohidrat sagu relatif lebih tinggi. Kandungan energi dalam 100 gram tepung sagu (353 kkal) hampir setara dengan bahan pangan pokok lain berbentuk tepung, seperti beras, jagung, singkong, kentang, dan terigu.(Rahim dkk, 2009:124).

























BAB III
METODE PENULISAN

A.    Jenis Tulisan
Jenis tulisan yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah penelitian pustaka (library research), yang bersifat deskriptif dengan memaparkan dan menggambarkancara pengelohan Limbah Cair Cucian Sagu menjadi METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) Sebagai  Energi Alternatif Ramah Lingkungan  untuk Menghadapi Krisis Energi dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri

B.     Objek Tulisan
Objek dari tulisan ini adalah cara pengelohan Limbah Cair Cucian Sagu menjadi METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) Sebagai  Energi Alternatif Ramah Lingkungan  untuk Menghadapi Krisis Energi dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri

       
C.    Teknik Pengumpulan  Data
Data-data yang yang di peroleh dalam karya tulis ilmiah ini adalah berupa data sekunder yaitu data dari berbagai literatur untuk mendapat atau memperoleh dasar dan kerangka teoritis mengenai masalah yang dibahas atau mencari informasi yang erat hubungannya dengan rumusan masalah. Seperti data dari internet, jurnal, artikel, buku, dan lain-lain.

1.   Studi Kepustakaan
Berangkat dari asumsi bahwa studi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dianggap mampu mendukung validitas data penelitian dengan menggunakan media kepustakaan sebagai sumber informasi, Penulis melakukan penjelajahan informasi melalui berbagai referensi pemberdayaan masyarakat pesisir  dalam menyongsong Indonesia sebagai poros maritime Dunia

2.   Internet Searching
Penelitian dengan menggunakan internet searching sebagai salah satu mekanisme pengumpulan data yakni dengan mencari artikel dan materi materi yang terkait dengan masalah yang sedang di teliti dengan menggunakan media internet.

D.    Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan beberapa tahap :
1.      Reduksi data (data reduction)
Reduksi data adalah proses pemilihan data telah terkumpul. Lalu diseleksi kemudian dirangkum dan disesuaikan dengan fokus berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat. Kemudian data dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu, untuk dicari tema dan polanya. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, serta membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data.
2.    Penyajian Data (data display)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh. Dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.
3.    Penarikan kesimpulan (conclusion drawing)
Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan tentang cara pengelohan Limbah Cair Cucian Sagu menjadi METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) Sebagai  Energi Alternatif Ramah Lingkungan  untuk Menghadapi Krisis Energi dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri.





BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
A.    Potensi Limbah Cucian Sagu menjadi Bioetanol
Pemanfaatan limbah cucian sagu sebagai bioetanol sangat berpotensi dalam mengatasi krisis energi, dan mempu menjadi sumber energi  yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Hal ini dikarenakan melihat luas hutan sagu di Indonesia sekitar 1,25 juta hektar dan budidaya sagu sekitar 148 ribu hektar. Hampir 96% areal hutan sagu ada di Papua. Dalam skala dunia, lahan sagu Papua sebesar 53% dari total areal sagu dunia sekitar 2,25 juta hektar.  Adapun Penyebaran luas areal sagu di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 4.1 :  Perkiraan Luas Areal Sagu di Indonesia. (1.000 ha).

Propinsi
Perkiraan Luas
(1.000 ha)
Daerah / Lokasi
Irian Jaya
600
Sorong, Paniai, Waropen, Membramo, Sentani, Fakfak, dan Merauke
Maluku
30  -  77,7
P. Seram, Buru, Halmahera, Bacan, Ambon dan saparua.
Sulsel dan lainnya di luar Sultara
 4  -  37,0
Mamuju, Luwu, Sulteng, dan Minahasa Timur.
Sulawesi Tenggara
 5  -  13,7
Kolaka, Kendari dan Buton
Kalbar dan lainnya
 2  -  50,0
Sambas, Pontianak, Lembah Mahakam, Barito dan Kapuas dan kalimantan Tengah.
Sumatera tanpa Riau
40
Aceh, Sumut, dan Bengkulu
Riau
30  -  31,9
Indragiri Hilir, Bengkalis, Kampar dan Kep. Riau.
Jawa Barat dan Jawa
0,3 -   2,0
Pandeglang, Lebak, Bogor, Sukabumi, Banten dan Pantai Utara Jawa Tengah



berdasarkan data tersebut di atas maka dapat diperkirakan potensi produksi sagu pertahun dapat mencapai 2 - 16 ton/ha/tahun, dan jika  diasumsikan tersedia 40 % dari luas areal Sagu sebesar 716.000 hektar yang dapat dipanen, maka potensi produksi sagu nasional mencapai 0,6 - 4,5 juta ton/tahun. Dari potensi tersebut maka ketersedianan bahan pembuatan bioetanol ini dapat terpenuhi dan sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat
Adapun cara pengolahan pohon sagu dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pemotongan, pengupasan setelah itu dibelah-belah untuk memudahkan proses pemarutan. Selanjutnya, hasil parutan ditampung dalam bak kayu yang bertujuan untuk memisahkan antara bulir sagu dengan serat-seratnya, kemudian akan disaring dan diendapkan. Setelah itu air  yang dipakai untuk merendam dan pengendapan sagu akan dibuang begitu saja padahal limbah buangan cucian sagu tersebut, masi menyimpan  pati sagu yang merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu.  Limbah cucian sagu yang dihasilkan selama ini biasanya  dibuang di permukaan tanah sekitar lokasi pengolahan yang umumnya dekat dengan sumber air (sungai) dan belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah cucian sagu yang telah membusuk akan memberikan aroma yang sangat menyengat dan sangat mengganggu sertaakan mencemari air dan tanah.
Maka dari itu dengan memanfaatkan limbah cucian sagu sebagai bioetanol akan membantu dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat proses pengolahan terebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa limbah cucian sagu ini masih mengadung pati sehingga menjadi salah satu bahan yang  memiliki potensial untuk menghasilkan bioetanol. Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, bahwa kualitas pati yang dimiliki oleh sagu lebih murni dibandingkan bahan lainnya karena kandungan lemak,protein dan senyawa lain yang sedikit.
Hasil dari pemanfaatan limbah cair cucian sagu yang telah menjadi bioetanol akan membantu dalam mengatasi krisis energi terutama dalam hal kelangkahan minyak bumi yang  saat ini  mengalami kenaikan hargan yang cenderung semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui.
Bioetanol yang dihasilkan dari limbah cair cucian sagu ini dapat digunakan untuk membuat Gasohol yang merupakan pencampuran antara bioetanol dan bensin dengan porsi bioetanol sampai dengan 25% yang dapat langsung digunakan pada mesin mobil bensin tanpa perlu memodifikasi mesin. Berdasarkan hasil pengujian  kinerja mesin mobil bensin menggunakan gasohol menunjukkan gasohol E-10 (10% bioetanol ) dan gasohol E-20 (20% bioetanol) menunjukkan kinerja mesin yang lebih baik dari premium dan setara dengan pertamax. Bahan campuran ini juga menghasilkan emisi karbon monoksida dan total hidrokarbon yang lebih rendah dengan yang lainnya.

B.       Teknik Pengolahan Limbah Cair Metroxylon Sagu menjadi Bioetanol Energi Alternatif Ramah Lingkungan  untuk Menghadapi Krisis Energi dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri

METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) merupakan bioetanol berbahan dasar  limbah cair metroxilan sago sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dengan diolahnya limbah cair metroxilan sago dapat memberikan contoh kepada masyarakat teknik pengolahan limbah yang tepat serta sumbangsi penemuan bioetanol yang baru. Cairan kimian ini mengalami proses fermentasi gula dengan menggunakan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses destilasi. Tahapan pembuatan METROTANOL dapat dibagi atas beberapa tahapan, sebagai berikut:
1)      Persiapan Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan METROTANOL antara lain:
1.      Air limbah sagu
2.      Ragi
Bahan baku untuk produksi METROTANOL adalah limbah air sagu yang memang sudah terpisah dari ampas sagu. Limbah air sagu mengandung karbohidrat dan bahan aktif ragi adalah khamir Saccharomyces cereviseae yang dapat memfermentasikan gula menjadi etanol.
2)      Pemasakan 
Pemasakan pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (saccharification). Tahap Tahap liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja  enzim, penambahan enzim (α-amilase) dengan perbandingan yang tepat, dan pemanasan hingga kisaran 80° - 90°C, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek. liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana cair yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut: (a) pendinginan air sagu sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja, (b) pengaturan pH optimum enzim, (c) penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat, (d) mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50°- 60°C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).

3.        Fermentasi
Proses fermentasi akan berjalan beberapa jam setelah semua bahan dimasukkan ke dalam fermentor. fermentor yang tembus padang (dari kaca misalnya), maka akan tampak gelembung-gelembung udara kecil-kecil dari dalam fermentor. Gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi. Selama proses fermentasi ini usahakan agar suhu tidak melebihi 36oC dan pH nya dipertahankan 4.5 – 5. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %. Pada tahap ini, tepung telah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam pembuatan produk tertentu. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8- 12% (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.  Beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, antara lain adalah sebagai berikut :
a.        pH
Mikroba tertentu dapat tumbuh pada kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhannya.
b.      Suhu
Suhu yang digunakan dalam fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang berperan dalam proses fermentasi. Suhu optimal pada proses fermentasi yaitu 350C dan 400C.
c.       Oksigen
Derajat an aerobiosis adalah merupakan faktor utama dalam pengendalian fermentasi. Bila tersedia O2 dalam jumlah besar, maka produksi sel-sel khamir dipacu. Bila produksi alkohol yang dikehendaki, maka diperlukan suatu penyediaan O2 yang sangat terbatas. Produk akhir dari suatu fermentasi sebagian dapat ikendalikan dengan tegangan O2 substrat apabila faktor-faktor lainnya optimum.
d.      Substrat
Mikroba memerlukan substrat yang mengandung nutrisi sesuai dengan
kebutuhan untuk pertumbuhannya.
3)      Destilasi
Destilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar
adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78°C sedangkan air adalah 100°C (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78°-100°C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume  Reaksi yang terjadi pada proses produksi bioetanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi :
(C6H10O5)n     -------------------------> N C6H12O6
(pati)          Aspergillus niger           (glukosa)
(C6H12O6)n ------------------------> 2 C2H5OH + 2 CO2
(glukosa)     yeast (ragi)             (etanol)
Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler. Panaskan evaporator dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi (reflux) hingga kadar etanolnya 95%.
Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan kapur tohor pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.
Setelah proses produksi selesai maka METROTANOL dapat digunakan sebagai bahan bakar. METROTALOL ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan METROTANOL: Bensin sebesar 1: 9 atau 2:8.



BAB V
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Potensi limbah cucian sagu diolah menjadi bioetanol karena  masih mengandung pati . Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, bahwa kualitas pati yang dimiliki oleh sagu lebih murni dibandingkan bahan lainnya karena kandungan lemak, protein dan senyawa lain yang sedikit. Potensi tersebut ditambah lagi dengan luas lahan sagu dunia mencapai 2,2 juta hektar (ha), sekitar 50% berada di Indonesia. Areal penanaman sagu di Indonesia tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Selatan, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau.
2.      Teknik pengolahan metroxilon sagu menjadi bioetanol atau METROTANOL  (Metroxylon Sago Bioetanol) terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) persiapan bahan baku seperti limbah air cucian sagu dan ragi, (2) pemasakan pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (saccharification) (3) Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Proses ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8- 12%. (4) Proses destilasi etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Setelah proses produksi selesai maka METROTANOL dapat digunakan sebagai bahan bakar. METROTALOL ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan METROTANOL: Bensin sebesar 1: 9 atau 2:8.

B.            Saran
Adapun saran dalam kaya tulis ilmiah ini yaitu:
1.      Bagi Peneliti
Ide dalam karya tulis ilmiah ini perlu dilakuka penelitian untuk menemukan kesimpulan yang lebih akurat.
2.      Bagi Pemerintah
Untuk mendukung pengembangan bioetanol dari tumbuhan khususnya dari limbah cucian air sagu.


















DAFTAR PUSTAKA

BPPT, 2003. Penelitian Pemanfaatan Sagu Sebagai Bahan Pembuatan Makanan. Laporan Akhir. Kerjasama BPPT dengan Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB. Bogor.
Flach, M. 2000. The Yield Potentials of The Sago Palm and Its Realization. In: K. Tan (ed.). Sago 76. Proc. 1st Int. Sago Symp. 5-7 July 2000. p157-77Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif.http://pustaka.litbang. deptan.go.id/publikasi /wr294072.pdfdiakses tanggal 10Januari 2016.
Juliadi, Nizar. 2014. Potensi sagu, pangan dan energy. http://agro.kemenperin.go.id/2156-Potensi-Sagu-Luar-Biasa.-Untuk-Pangan-dan-Energi. Diakses 09 Januari 2016
Maharani Agusta Marita, Widyayanti Rizki. Pembuatan alginat dari rumput laut untuk menghasilkan produk dengan rendemen dan viskositas tinggi.Jurnal Teknik Kimia; 2008: 1.
McClatchey, W., H. I.Manner and C. R. Elevitch. 2004. Metroxylon amicarum ,M .M .M paulcoxii ,M.sagu , M.salomonense ,M .M .M vitiense ,and M .M .M warburgii (sago palm). Version 1.0, November 2004.http://www.traditionaltree.org [10Januari 2016]
Mutia Theresia, Eriningsih Rifaida, Safitri Ratu.Pemberdayaan Tanaman Sagu Sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri Potensial Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional..Jurnal Riset Industri; 2011; 5 (2):161 – 74.
Prama, India. 2013. Bioetanol sebagai Strategi Bisnis Energi Masa Depan. 
Rahim Abdul, Mappiratu, Noviyanty Amalia. Sifat fisikokimia dan sensoris sohun instan dari pati sagu. Jurnal Agroland; 2009;16 (2):124 – 9.
Ruddle, K., D. Johnson, P. K. Townsend dan J. D. Rees. 2001. Palm Sago A Tropical Starch from Marginal Lands. An East-West Center Book, Honolulu.
Syakir M, Bintoro MH, Agusta H. 2009.Pengaruh ampas sagu dan komposterhadap produktivitas lada perdu.  J Litri 4:168-173..
Walujo, Eko. B. 2011. Keanekaragaman Hayati untuk Pangan. Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Widyastuti Sri. Kadar alginat rumput laut yang tumbuh di perairan laut lombok yang diekstrak dengan dua metode ekstraksi.Jurnal Teknologi Pertanian; 2009; 10 (3):144 – 6.







DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Penulis bernama lengkap Hajra Yansa dan dilahirkan di Baroko, sebuah desa di kabupaten Enrekang pada tanggal 24 Maret 1996 Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Agus Yamin dan Sanaria. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD 03 Baroko dan dinyatakan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 02 Alla dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 01 Alla dan dinyatakan lulus pada tahun 2013. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada perguruan swasta Universitas Muhammadiyah Makassar dan mengambil jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan.

Penulis bernamalengkapWidya  Sujrwati Sukri dan dilahirkan di Makassar, pada tanggal21 Januari 1995 . Penulisadalahana ke-enam  dari delapan bersaudara daripasangan Harding sukridanIbu Nur Lia. Penulismenempuhpendidikan sekolahdasar di SD Negeri Sudiang Makassardan dinyatakan lulus pada tahun 2007.
Selanjutnya penulismenempuhpendidikandi SMP Negeri 14 Makassar dan  lulus  padatahun  2010.Padatahun yangsama penulis diterimadiSMANegeri7Makassar dandinyatakanluluspada tahun 2013.Kemudianpenulisditerima diperguruantinggiswasta,Universitas Muhammadiyah Makassar padatahun 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Healthy Garden sebagai Alternatif Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Desa Limbong Kabupaten Luwu Utara

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR MELALUI STRATEGI PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH TANGGA BERBASIS TEKNOLOGI DALAM MENGEMBANGKAN INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS MENYONGSONG INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA